Statistik

Orang Eropa Padatkan Wisata Di Bali




Tahun lalu pemerintah gencar melakukan promosi pariwisata ke negara-negara di kawasan Eropa. Promosi itu tampaknya berhasil menggiring turis Eropa tetap ramai berlibur ke Bali.

Pengamat pariwisata Wayan Sudana di Denpasar,  menjelaskan, pelancong asal negara di kawasan Eropa yang umumnya menyenangi tata cara kehidupan masyarakat, bertambah banyak datang ke Bali.

Masyarakat Eropa dikabarkan mengalami krisis ekonomi global, namun turis negeri itu tetap berlibur sambil menyaksikan aneka ragam seni budaya Bali yang tidak ada duanya di dunia.

Menurut Sudana, turis Eropa yang datang berlibur ke Bali sebanyak 377.049 orang selama Januari-Juli 2013 meningkat dari periode sama tahun 2012 hanya 348.766 orang atau memiliki peranan 21,05 persen dari seluruh turis ke Bali.

Sesuai laporan Dinas Pariwisata Bali, kedatangan turis asal Eropa bertambah setiap bulan seperti halnya selama Mei 2013 tercatat 47.940 orang bertambah menjadi 50.284 selama Juni dan Juli naik lagi menjadi 75.415 orang.

Dua negara di Eropa yakni Inggris dan Perancis tetap tercatat sebagai sepuluh negara terbanyak memasok turis ke Bali, bersama Australia, China, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Amerika Serikat.

Kerukunan masyarakat di daerah pedesaan menjadi daya tarik tersendiri bagi turis Eropa yang berlibur ke Bali. Upacara ritual hampir setiap hari ada di daerah ini. Kondisi inilah menyebabkan turis Eropa lebih dari sekali berkunjung ke Bali.
18.41 | 0 komentar | Read More

Tari Landek Tanah Karo (Medan SUMUT)

Tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
  Wah,... saya seneng banget waktu jalan-jalan ke Tanah Karo bulan Februari 2012 kemarin. Di salah satu acara yang saya datangi ketika melaksanakan tugas, ada acara penyambutan tamu dengan tarian khas Tanah Karo Simalem: Landek. Lengkapnya sih, Landek Piso Surit. Sebuah tarian khas yang baru pertama kali saya lihat secara langsung.


Ketika tamu datang, sebelum memasuki ruangan, penari berjejer di depan pintu masuk. Ada yang membawa keranjang buah-buahan. Ada yang membawa semacam bakul berukuran kecil, berisi beras. Lagu daerah khas Tanah Karopun mengiri para tamu yang masuk satu per satu sambil menarikan gerakan tangan manortor. Penari berjenis kelamin laki-laki yang membawa bakul berisi beraspun menaburkan beras secara perlahan kepada para tamu yang lewat di depannya. Konon, hal itu berarti si tuan rumah menganggap tamunya terhormat dan berjasa (diagungkan).
tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
Nah, kalau gambar yang di samping ini, pada saat acara pembukaan sudah dimulai, tarian Landek  dibawakan di dalam ruangan. Enam orang penari yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan, menari berpasangan secara serasi. Tari tradisional Karo ini memiliki tiga unsur pembentuk utama, yaitu gerakan naik turun, gerakan goyang badan dan gerakan kelentikan jari. Harmonis deh, pokoknya

tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maragatari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga

















Di akhir tarian, saya lihat beberapa orang memberikan “saweran”. Entah apa namanya kalau di Karo. Yang pasti, lembaran uang seratus ribuan diberikan masing-masing kepada penari tersebut. Dan tidak hanya satu orang yang memberi, hampir semua yang berada di deretan kursi paling depan (tamu kehormatan) memberikan uang saweran
18.50 | 0 komentar | Read More

Langkah Kaki Para Perantau




Kari menyebar lewat pedagang India di masa lalu dan buruh-buruh India yang dipekerjakan Inggris di seluruh perkebunannya di tanah jajahan, mulai dari Malaysia hingga Afrika, pada abad ke-19. Rendang menyebar ke mana-mana lewat orang Minang yang konon mulai merantau pada abad ke-6.

Mochtar Naim dalam buku Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau (1984) mencatat, perantau Minang awalnya bergerak dari pusat Minangkabau di Luhak Nan Tiga, yakni Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota, ke sepanjang pesisir barat Sumatera dan pesisir timur. Ada pula yang merantau hingga Negeri Sembilan, Malaysia. Ketika itu merantau masih dalam konteks mencari daerah koloni dan wilayah dagang.

Gelombang merantau yang bersifat individu baru terjadi sekitar abad ke-19 dan 20 seiring berkembangnya kota-kota di pesisir Sumatera. Apalagi Belanda membangun jaringan jalan dan sarana komunikasi yang memudahkan perantau Minang pergi merantau dari kampungnya ke kota. Para perantau tidak hanya datang untuk bekerja dan berdagang, tetapi juga sekolah.

Gerakan merantau makin masif pasca-pengakuan RI dan kembalinya ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta tahun 1950. Saat itu muncul kebutuhan staf dan pegawai untuk mengisi kementerian dan departemen, biro, serta perkantoran pemerintah. Orang-orang Minang yang sejak abad ke-19 mengecap akses pendidikan terbaik di Nusantara—seperti halnya orang Karo, Toba, Mandailing, Toraja, dan Minahasa—berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengisi posisi-posisi birokrat, ulama, dan guru.

Ketua BKKBN sekaligus Ketua Yayasan Pembangunan Lintau Buo Fasli Jalal bercerita, ayahnya termasuk orang Minang yang merantau pada periode itu untuk menjadi guru agama. Saat itu, katanya, perantau Minang juga banyak yang terserap ke perusahaan-perusahaan negara hasil nasionalisasi. Ada pula yang menjadi dokter, ahli hukum, dan pengusaha.


Puncak gerakan merantau terjadi pasca-pemberontakan PRRI tahun 1958. Pemerintah pusat memadamkan pemberontakan tersebut dan menduduki kota-kota utama di Sumbar. ”Siapa pun (orang Minang) dicurigai dan diawasi gerak-geriknya oleh tentara. Akses mereka untuk bekerja sebagai birokrat tertutup. Daripada hidup tertekan di kampung, akhirnya anak muda sampai orang tua yang berpendidikan ataupun tidak pergi meninggalkan Minangkabau,” kata Gusti Asnan.

”Kalau pada periode sebelumnya orang merantau untuk mengasah hidup, yakni menuntut ilmu dan mengabdi kepada negara, setelah PRRI orang Minang merantau untuk bisa hidup,” tambahnya.

Itu sebabnya, apa pun jenis pekerjaan yang tersedia di rantau diincar orang Minang. Meski sebagian dari mereka memilih menjadi pedagang agar bisa hidup lebih merdeka. Tahun 1970-an, kata Muhammad Nur, pekerjaan di sektor informal yang digemari antara lain menjadi tukang jahit di Jakarta. Mengapa? Sebab mesin jahit ketika itu masih dianggap barang mewah di kampung-kampung Minang. ”Kalau perantau bisa beli mesin jahit sudah dianggap hebat,” kata Muhammad.

Perantau Minang juga banyak yang terjun ke bisnis tekstil. Tidak heran jika kini mereka mendominasi pusat-pusat perdagangan tekstil di Jakarta, seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Blok M, Pasar Jatinegara, dan Pasar Benhil. Ada pula yang terjun ke bisnis percetakan, perhotelan, barang antik, keuangan, dan yang paling banyak membuka warung nasi padang (Elfindra, Ayunda, Saputra; Minang Entrepreneurship, 2010).

Migrasi besar-besaran secara bergelombang membuat jumlah penduduk Sumbar turun drastis. Data sensus 1930 menunjukkan, penduduk Sumbar yang tinggal di luar kampung halamannya ketika itu mencapai 211.000 orang yang tersebar di Jambi, Riau, Sumatera Timur, dan Malaysia (tidak termasuk Negeri Sembilan). Tahun 1971, angka itu melonjak menjadi 44 persen.


Berdasarkan sensus 1971, jumlah penduduk yang ”tersisa” di Sumbar saat itu 2.788.388 orang. Artinya, jumlah penduduk yang pergi dari Sumbar tidak jauh dari angka itu. Mereka tersebar di sejumlah daerah, terutama Jabodetabek.

Tahun 2000, jumlah penduduk beretnis Minang di Jabodetabek mencapai 429.205 orang. Sepuluh tahun kemudian, jumlah mereka bertambah jadi 529.888 orang. 
13.51 | 0 komentar | Read More

Liburan Kilat Ke Malang




Melakukan rutinitas harian tak jarang membuat sebagian orang jengah. Terutama bagi sebagian masyarakat perkotaan yang bekerja di kantoran. Tak ada salahnya, sesekali ngabur sehabis pulang kantor dengan melakukan liburan kilat.

Tinggalkan sejenak laptop dan barang-barang yang berkaitan dengan suasana kerja. Kumpulkan stamina untuk menjelajahi tempat ngabur. Beberapa tempat bisa dijadikan destinasi dalam liburan kilat, misalnya saja Malang.

Belakangan, Malang mulai naik daun sebagai destinasi wisata bahkan bisnis. Tak jarang agen perjalanan wisata bahkan operator-operator hotel ternama memasukkan Malang ke dalam wilayah ekspansi mereka.

Tak perlu banyak membawa barang bawaan, cukup satu tas ransel dibawa di punggung. Isinya cukup membawa beberapa potong pakaian, obat-obatan, dan yang tak boleh ketinggalan adalah baju hangat. Karena Kota Malang yang berada di dataran tinggi, memiliki udara cenderung sejuk bahkan dingin pada malam hari.

Sebelum menjalankan misi liburan kilat, disarankan memesan kamar hotel dan transportasi dari jauh-jauh hari. Kalaupun Anda nekat untuk berlibur, bisa saja. Namun harus diingat waktu Anda pergi bukan pada musim padat liburan.

Banyak transportasi yang bisa dimanfaatkan untuk menuju ke Malang. Jika Anda dari Jakarta disarankan untuk memilih menggunakan pesawat terbang. Beberapa maskapai telah menyediakan penerbangan langsung ke Malang.

Kalaupun tak menggunakan penerbangan langsung, bisa saja melalui Surabaya kemudian disambung dengan menggunakan transportasi darat. Transportasi menggunakan pesawat terbang juga bisa digunakan oleh Anda yang berada di luar Pulau Jawa seperti Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera.

Sebenarnya bisa saja jika Anda mau menggunakan transportasi kereta. Namun itu bisa memakan waktu lama, lebih dari 12 jam dari Jakarta. Salah satu kiat jika ingin menggunakan transportasi kereta yakni ambil cuti setengah hari dari kantor.

Karena kereta kelas ekonomi maupun kelas bisnis yang akan berangkat ke Malang, keduanya lepas dari stasiun pada siang menjelang sore hari.

JUMAT MALAM. Jika sampai di Malang pada malam hari, Anda bisa langsung menuju hotel. Pilihan lain bisa juga menikmati suasana malam di kota.

Mengingat telah malam, isi saja kegiatan dengan wisata kuliner. Arahkan perjalanan menuju alun-alun kota. Di sekitar alun-alun banyak cafe dan rumah makan yang buka hingga malam hari.

SABTU. Meski sedang liburan, tak ada salahnya bangun pagi. Udara pagi kota Malang sangat sejuk. Apalagi, jika Anda mendapatkan penginapan dengan tempat strategis, Anda bisa menikmati sinar matahari pagi di kota Malang yang juga menawarkan keindahan Gunung Semeru, Gunung Panderman, dan Gunung Arjuno yang mengapit kota.

Menjelang siang mulailah berkeliling kota Malang. Bisa dimulai dari tengah kota tepatnya dekat alun-alun. Dari sana, beberapa tempat yang bisa dikunjungi letaknya berdekatan. Bahkan jika mau mengeluarkan sedikit tenaga, bisa saja menyambangi langsung ke beberapa tempat dengan berjalan kaki.

Melengkapi perjalanan, ada baiknya memulai penelusuran kota dari Museum Malang Tempo Doeloe yang ada tak jauh dari alun-alun. Pameran yang disajikan di dalam museum bisa membuka wawasan tentang sejarah kota.

Saat berada di Malang rasanya kurang lengkap tanpa menyambangi salah satu rumah es krim legendaris, Toko Oen. Anda bisa menyambangi rumah es krim ini setelah dari museum. Sembari menghilangkan rasa haus dan panas akibat hawa siang hari kota.

Kelar makan es krim, arahkan perjalanan ke Kota Batu. Perjalanan ke Kota Batu dari Kota Malang menghabiskan waktu sekitar satu jam.

Beberapa taman wisata berdiam di Kota Batu. Misalnya saja Jawa Timur Park dan  Tama Wisata Selecta. Pilihlah salah satu tempat wisata yang ada. Karena Jika Anda memilih semuanya dijamin tak akan cukup waktu yang dimiliki.

Bermain-main di taman wisata mungkin akan menghabiskan waktu Anda hingga malam hari. Nah jika masih belum puas dengan taman wisata, bisa kunjungi taman wisata malam Batu Night Spectacular (BNS).

BNS memang sengaja beroperasi pada malam hari. Di sana Anda bisa menikmati lampion-lampion cantik berwarna warni. Jika bosan dengan taman wisata, bisa juga Anda memutar haluan ke alun-alun Kota Batu.

Alun-alun Kota Batu seperti memiliki magnet sendiri terutama bagi anak-anak muda. Di sana berdiri bianglala, pun merupakan tempat benda-benda raksasa. Semisal buah apel, wortel, strawberry, sapi hingga kelinci yang semuanya berukuran besar.

Di alun-alun, bisa saja Anda hanya sekadar duduk-duduk. Sambil berfoto bersama benda-benda raksasa tersebut atau menikmati kuliner yang dijual pedagang di sekitar alun-alun. Salah satu yang wajib diicip adalah kedai pos ketan yang selalu ramai setiap malam.

MINGGU. Hari terakhir waktunya berburu buah tangan. Pergilah ke Pusat Wisata Songgoriti di Kota Batu. Namun jika Anda tak mau jauh-jauh ke kota Batu, di Malang pun banyak toko-toko yang khusus menjual oleh-oleh.

Memang penelusuran tiga hari di Malang terbilang singkat. Perlu waktu lebih dari tiga hari untuk bisa menjelajahi seluruh isi kota maupun tempat wisata yang ada di sana.

Meski demikian, liburan kilat di Malang terbilang cukup untuk menghilangkan rasa penat dari rutinitas harian. Susunlah rencana kembali di lain waktu untuk bisa datang lagi di kota penuh kesejukan ini.
19.14 | 0 komentar | Read More

Turis Lebih Suka Perjalanan Yang Hemat




Wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia cenderung memilih penerbangan hemat, namun lebih memilih mengalokasikan anggaran pada hotel bintang empat atau di atasnya. Indonesia menjadi destinasi favorit dengan pengunjung dari Malaysia (22 persen), Singapura (21 persen), dan Australia (20 persen).




Para wisman beralasan mengunjungi Indonesia karena "good value for money" (48 persen) dan sesuai dengan anggaran biaya (41 persen). Selain itu, cuaca bagus dan pemandangan alam yang indah juga jadi alasan.

"Sektor pariwisata memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Inilah yang menyebabkan Visa melakukan Travel Intentions Study sejak 2006 sebagai kontribusi Visa dalam membantu mengumpulkan informasi yang bermanfaat bagi industri pariwisata," kata Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Ellyana Fuad di kantornya.

Dalam survei tersebut, wisman dengan pengeluaran tertinggi saat berkunjung ke Indonesia adalah wisman asal Australia dengan 4.118 dollar AS, disusul Malaysia 1.145 dollar AS, dan Singapura dengan 618 dollar AS. Adapun pengeluaran tersebut paling banyak digunakan di sektor ritel dengan 30 persen.


Ellyana menyatakan, di tahun 2012 sektor pariwisata Indonesia berkontribusi sebesar 5 persen terhadap PDB nasional dan memberi lapangan kerja bagi lebih dari 8 juta orang.

Dia berkomitmen memakai hasil survei ini untuk membantu pemerintah dan pelaku pariwisata dalam negeri untuk memahami berbagai dinamika dan pertumbuhan sektor pariwisata.

Survei Visa bertajuk Global Travel Intentions Study 2013 melibatkan 12.631 responden dari 25 negara. Para responden pernah melakukan perjalanan ke Indonesia sebelumnya dan berusia 18 tahun ke atas.
18.07 | 0 komentar | Read More

Potensi Wisata Syariah Muslim


 Indonesia sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia berpeluang meningkatkan potensi pendapatan dari wisata syariah muslim, baik dari masyarakat lokal maupun global.

"Potensinya besar dan berbagai upaya sedang dilakukan agar memperoleh hasil yang maksimal dari wisata syariah muslim tersebut," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar di sela-sela World Islamic Tourism Mart ke-7 di Kuala Lumpur.

Dari segi potensi, kata dia, sangat besar karena penduduk muslim dunia mencapai 1,6 miliar atau setara dengan 25 persen dari penduduk dunia.

Potensinya tidak saja di negara yang penduduknya mayoritas muslim, tapi juga ke negara berkembang ataupun negara maju yang juga memiliki warga yang beragama Islam.

"Pasarnya sangat terbuka termasuk di Eropa seperti Belanda ataupun Perancis dan sejumlah negara berkembang yang meskipun warga muslimnya terbilang minoritas tapi mereka juga berminat untuk melakukan perjalanan ke negara-negara yang memiliki peninggalan agama Islam," kata Sapta.

Sedangkan di pasar lokal juga tinggi, dengan penduduk mayoritas muslim menjadikan peluang wisata syariah muslim itu sesuatu yang sangat penting.

Menurut Sapta, persiapan tidak hanya dengan melakukan promosi, tapi juga perlu diperkuat dengan perbaikan sarana dan prasana infrastruktur, peraturan serta mempersiapan destinasi dengan baik. Tentunya, semua itu agar masyarakat muslim ataupun juga yang non Islam tertarik untuk mengunjungi wisata syariah muslim di Tanah Air.


Sementara itu, dalam meraih peluang yang lebih besar dari wisata syariah muslim ini maka perlu pula ditingkatkan bentuk pelayanan. Seperti halnya di hotel-hotel agar menyediakan perlengkapan sholat seperti sajadah, sarung dan mukena, jadual sholat, mushola ataupun tempat/restoran makanan halal.

Saat ini, lanjut Sapta, wisata syariah muslim masih terfokus pada mengunjungi masjid dan makam para wali yang biasa disebut dengan wisata religius.

Padahal wisata bagi umat muslim tidak hanya untuk tempat-tempat religius seperti masjid dan makam, tapi melihat keindahan alam dan mendapatkan layanan yang baik di hotel, restoran halal dimana saja mereka berkunjung. "Bahkan mereka juga menginginkan spa untuk muslim serta produk-produk kecantikan yang halal," kata Sapta.

Tentunya, menurut Sapta, dengan dilatarbelakangi spirit sesama ASEAN, dapat bekerja sama dengan Malaysia yang telah melakukan penetrasi yang baik untuk pasar wisata syariah muslim. "Dengan spirit sesama ASEAN tentulah kerja sama dengan Malaysia akan baik," kata Sapta.

18.17 | 0 komentar | Read More

Pulau Santan Yang Indah




SANTAN pekat dari puluhan butir kelapa bercampur bumbu dimasak dalam satu kuali. Harumnya terkembang ke udara menjanjikan kelezatan. Inilah cita rasa warisan negeri nyiur melambai.

Mak Yuniar (60) sejak pagi hari sibuk memasak singgang ikan bilih di pekarangan rumahnya di Nagari Sumpur, di tepian Danau Singkarak, Sumatera Barat. Di atas tungku dari batu bersusun dengan arang batok kelapa sebagai bahan bakarnya, bertengger kuali besar berisi santan kental. Pucuk daun ubi kayu, cabe rawit, bawang, asam, dan daun kunyit ikut tenggelam di dalamnya.

Sejurus kemudian, Yuniar menuang ikan-ikan bilih dari Singkarak, danau yang berjarak hanya sepelemparan batu dari rumahnya. Ikan bilih ”berenang-renang” dalam gelegak santan yang menyatukan semua cita rasa menu singgang. Harum santan yang terjerang di atas tungku berjam-jam itu melayang ke udara dan menggedor indera pencecap kelezatan.

Untuk menyajikan singgang dengan 2 liter ikan bilih dan 15 ikat daun pucuk ubi itu, Yuniar memeras santan dari 30 butir kelapa.

Penggunaan santan dalam hidangan ini memang tidak main-main. ”Kalau kelapanya sedikit, masakan tak sedap. Nanti dikira pelit pula oleh tetangga, ha-ha-ha,” ujar Yuniar, yang keahliannya memasak singgang diakui warga di kampung itu. Setiap kali ada acara adat atau kenduri, Yuniar didaulat membuat singgang.

Ini makanan istimewa. Jarang didapati di rumah-rumah makan minang yang tersebar di hampir setiap kelokan jalan. Kita hanya bisa menemukannya di acara-acara kenduri atau pertemuan adat. Siang itu, Yuniar memasak singgang untuk sajian makan bersama di acara pertemuan adat Nagari Sumpur yang membicarakan rencana restorasi lima rumah gadang yang terbakar.

Singgang hanya satu dari seabrek kuliner Minangkabau yang tidak basa-basi dalam menggunakan santan. Jika memasak rendang, Yuniar menggunakan santan dari 4-10 butir kelapa untuk setiap kilogram daging sapi yang dimasak. Itu sebabnya, memasak makanan untuk sebuah perhelatan adat bisa menghabiskan ratusan kelapa. Apalagi menu yang dimasak bukan hanya rendang dan singgang, melainkan makanan bersantan lainnya, mulai dari gulai hingga makanan penutup, seperti lapet dan bika.

Nyiur melambai

Kelapa, si tanaman pencinta matahari, sejak lama menjadi bagian Nusantara. Pustaka Sansekerta menyebutkan, kelapa telah dikenal di India sedari awal tahun Masehi. Pada kurun yang sama, diduga kelapa juga telah dikenal di Kepulauan Melayu, demikian mengutip tulisan San Afri Awang dalam buku Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi (1991).

Salah satu surga kelapa adalah Tanah Sumatera. Dalam perjalanan tahun 1292 hingga 1293, penjelajah Marcopolo terkesima melihat betapa banyaknya pohon kelapa di Sumatera. Kelapa tumbuh mulai di pantai sampai dataran tinggi berbukit.

Kelapa yang tumbuh di Nusantara lantas diincar penguasa kolonial. Namun, baru tahun 1883, kelapa diumumkan sebagai produk ekspor. Kejayaan kelapa Nusantara berlangsung panjang. Sebelum Perang Dunia II, Indonesia pernah menjadi produsen kelapa nomor satu di dunia (San Afri Awang, 1991).

Rezeki perkebunan kelapa masih bisa dirasakan banyak orang Sumatera, termasuk Minang, hingga sekarang. Tengoklah Kabupaten Padang Pariaman. Di daerah pantai itu, pohon kelapa tumbuh subur hampir di setiap pekarangan rumah. Menurut catatan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, kawasan itu menghasilkan 36.734 ton kelapa tahun 2011.

Karena kelapa banyak tumbuh di tanah Minang, masakan di sana pun banyak yang bersantan. Hal ini amat logis sebab lingkungan sangat memengaruhi corak makanan, tradisi makan, dan tradisi masak suatu masyarakat.

Mari kita lihat. Kebutuhan santan yang banyak menciptakan rantai produksi santan yang khas dan efisien, mulai dari memetik, mengupas, memarut, hingga memeras santan. Jika di Jawa kelapa dipetik manusia, di Tanah Minang kelapa dipetik beruk yang lebih cekatan memanjat dan merontokkan kelapa tua. ”Di sini (Minang) hampir tidak ada manusia yang memanjat kelapa. Pekerjaan itu untuk beruk saja,” ujar Isal (33), warga Padang Pariaman.

Kelapa yang dipetik beruk kemudian dikupas sabutnya dengan semacam patok besi tajam yang ditanam di tanah. Lihatlah bagaimana Abu Kasal (58), pengupas kelapa asal Padang Pariaman, mengupas kelapa. Ia menghunjamkan kelapa ke besi tajam itu dan menarik sabutnya. Dua-tiga kali hunjaman dan tarikan yang ia lakukan sudah cukup untuk melepaskan sabut dari batok kelapa. Tidak heran jika setiap hari ia bisa mengupas 2.000 butir kelapa. Kalau dia mengupas dengan pisau atau golok, berapa hari dia perlukan untuk mengupas kelapa sebanyak itu?

Untuk menghasilkan serbuk kelapa, orang Minang menggunakan alat kukur. Alat ini lebih cepat menghasilkan serbuk dibandingkan dengan parutan yang biasa digunakan di Jawa. Mereka juga menciptakan alat pemeras santan yang disebut kacik. Bentuknya mirip pelana dengan dua kayu penjepit.

Buntalan serbuk kelapa diselipkan di antara kayu penjepit. Orang Minang tinggal mendudukinya dan santan pun keluar dengan derasnya. Cara memeras seperti ini cepat dan tidak membuat tangan lecet-lecet.

Rantai bisnis

Rantai bisnis kelapa di Minangkabau pun memperlihatkan corak yang khas. Perkebunan kelapa umumnya dimiliki rakyat. Kelapanya dipetik beruk-beruk milik tukang ojek beruk. Setiap butir kelapa yang dipetik beruk, pemilik kebun harus membayar Rp 150 kepada tukang ojek beruk. Dari tukang ojek beruk, kelapa diserahkan kepada tukang kupas kelapa. Pemilik kebun membayar lagi Rp 150 per butir kelapa yang dikupas tukang kupas.

Dari tangan tukang kupas, kelapa beralih ke pengepul kelapa yang setiap hari keliling kampung dengan mobil bak terbuka. Pengepul seperti Noval (28) yang tinggal di Nagari Ketaping, Korong Pauh, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, bisa mengepul 6.000 kelapa per hari.

Sebutir kelapa yang telah dikupas ia beli Rp 1.600. Setiap hari ia menjual 2.000 butir kelapa ke pasar dan rumah makan. Sebutir kelapa ia hargai Rp 2.000-Rp 2.500. Sisa kelapa ia pasok ke pabrik santan kemasan.

Usaha itu ia warisi dari ayahnya sejak 10 tahun lalu. Dia pun berjualan santan di Pasar Lubuk Buaya, Padang. Sehari, 300 butir kelapa diolah menjadi 100 kilogram santan yang dihargai Rp 12.000 per kilogram.

Kucuran santan itu nantinya bertemu ragam bumbu dan bahan lain dalam kuali. Mungkin santan itu mengalir juga ke singgang buatan Yuniar yang sudah tanak. Daun singkong dan ikan bilih yang dimasak dengan santan kental dari puluhan kelapa itu amat lembut di lidah, gurih, dan kaya rasa bumbu.
17.48 | 0 komentar | Read More