Statistik

Wisata Kuliner dengan Menikmati Daging Bebek

Akhir pekan adalah waktu yang paling menyenangkan. Selain Anda terbebas dari urusan kantor, dapat bersantai, inilah waktu terbaik untuk dihabiskan bersama keluarga. Nah, kenapa tak mencoba memasak sesuatu yang istimewa dan beda dari biasanya? Jika selama ini hanya mengolah ayam, daging atau ikan ganti saja dengan bebek.

Tak perlu ragu mengolah daging yang satu ini menjadi menu keluarga. Memang sih, mengolah bebek itu gampang-gampang susah. Sebab jika tak mengetahui caranya daging justru menjadi keras dan tak nikmat disantap.
"Banyak orang enggan memasak daging bebek, sebab jika tak tahu caranya daging  jadi sangat keras," ungkap chef Rendy Kongs, Executive Chef Warung Yu'Tien saat soft opening Warung Yu'Tien di Cipete, Jakarta Selatan
Untuk mengolah daging bebek, ia menyarankan untuk tidak merebus daging bebek dalam air yang sudah mendidih. Daging bebek sebaiknya dicemplungkan ke dalam air yang masih dingin. "Merebus bebek dalam air yang sudah mendidih justru membuat daging menjadi keras. Sebab, daging bebek yang dalam kondisi dingin bertemu dengan air panas akan membuat serat daging langsung kaku dan mengeras," jelasnya.
Rebuslah daging bebek di dalam air yang masih dingin dengan api yang kecil. Proses ini disebut sebagai slow cooking. Proses slow cooking membuat daging dan air rebusan memanas bersamaan. Selama proses merebus, air akan membantu mengempukkan daging dengan menaikkan suhunya secara perlahan-lahan. Dengan demikian, daging tidak kaku dan teksturnya terjaga baik.
Kongs menambahkan, memasak bebek membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melunakkan otot bebek yang keras serta menghilangkan tekstur daging yang liat.  Dibutuhkan waktu merebus sekitar 2-3 jam untuk mendapatkan tekstur daging bebek yang lembut. 
18.17 | 0 komentar | Read More

Frestival Danau Toba

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar menegaskan Festival Danau Toba (FTB) yang akan dijadikan agenda tahunan pariwisata Sumatera Utara (Sumut) tidak bisa dengan cepat dikenal hingga ke luar negeri tetapi paling cepat lima tahun ke depan.



"Perlu waktu untuk dikenal dan diminati dan itu terjadi pada semua agenda atau obyek pariwisata daerah lainnya termasuk Bali dan Lombok. Karena itu perlu terus dipromosikan," kata Sapta di Medan, pada Sosialisasi Festival Danau Toba yang akan diselenggarakan di Kabupaten Samosir mulai tanggal 8 hingga 14 September 2013.

Bali, misalnya dipromosikan sejak lama sehingga kalau sekarang ketenaran pariwisata daerah itu dinikmati pemerintah dan masyarakatnya, menurut Sapta, wajar saja.

Hal sama dengan Lombok termasuk Danau Singkarak, Sumatera Barat (Sumbar) yang juga perlu waktu untuk dikenal dan dicari orang untuk tempat wisata.

"Untuk dikenal, memang harus perlu rutin atau konsisten dipromosikan. Itu yang sedang dan akan dilakukan dengan Festival Danau Toba yang dimulai tahun ini dari sebelumnya yang dikenal dengan Pesta Danau Toba," katanya.

Sapta juga menegaskan, ukuran sukses untuk obyek atau agenda pariwisata, bukan semata dari kunjungan wisatawan asing, tetapi juga dari wisatawan nusantara. "Wisatawan lokal atau nusantara potensinya masih sangat besar dan menjanjikan," katanya.

Bupati Samosir, Mangindar Simbolon menegaskan, Samosir, pemerintah kota/kabupaten di sekitar Danau Toba dan Pemerintah Provinsi Sumut serta Pusat siap menyelenggarakan dan menyukseskan Festival Danau Toba.

"Jalan dan infrastruktur ke dan dari Samosir terus ditingkatkan agar Festival Danau Toba itu benar-benar menjadi kegiatan pariwisata yang berkualitas dan berskala nasional dan internasional," katanya.

Dia memberi contoh pembangunan jalan lingkar atau outer ring road Danau Toba sepanjang 341,87 kilometer, 72 persen sudah dalam kondisi bagus dan sisanya dalam proese pengerjaan. Sedangkan outer ring road Samosir sepanjang 143 km, 87 persen sudah bagus.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumut, Solahuddin Nasution, menyebutkan, Festival Danau Toba yang mulai tahun ini diselenggarakan secara rutin setiap tahun di minggu kedua September menjadi obyek wisata baru yang bisa dijual di dalam hingga ke luar negeri.
"Wisatawan asing sudah lazim memprogramkan berwisata atau berlibur satu tahun sebelumnya. Jadi kalau Festival Danau Toba sudah menjadi agenda tetap, maka mulai tahun ini, angota Asita sudah bisa memasarkannya," kata Solahuddin.
18.03 | 0 komentar | Read More

Harus Kreatif Agar Wisatawan Tak Bosan Ke Semarang

Pengamat pariwisata dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, A Haryo Perwito, mengingatkan, obyek wisata di Semarang akan ditinggal pengunjung apabila tidak dikelola secara kreatif.





Kemajuan infrastruktur, seperti Bandara Ahmad Yani dan jalan tol Semarang-Solo, justru mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Solo, Yogyakarta, dan daerah lain di luar Semarang.

”Jika jalan tol Semarang-Solo selesai, perjalanan ke Solo dari Semarang hanya 1 jam. Tentu banyak orang lebih memilih berwisata ke Solo yang menyajikan wisata kuliner dan obyek wisata yang lebih menarik ketimbang Semarang,” paparnya di Semarang.

Menurut Haryo, Semarang belum memiliki obyek wisata yang membanggakan. Semarang pun hanya menjadi kota transit.

”Kalau ditilik dari sejarahnya, Kota Semarang layaknya fokus pada wisata nostalgia,”
19.15 | 0 komentar | Read More

Wisata Kuliner Pecel Enak Di Semarang

Kawasan Simpang Lima Semarang merupakan surga kuliner bagi para wisatawan. Bagaimana tidak, lebih dari 50 warung makan dengan berbagai pilihan terjejer rapi di sepanjang jalan di pinggir alun-alun jantung Kota Semarang ini. 

Salah satu warung makan dengan antrean yang cukup panjang adalah Nasi Pecel Yu Sri. Warung makan yang buka sekitar pukul 5 sore ini hampir tidak pernah sepi oleh pembeli.
Nasi dan sayuran rebus seperti kol, kubis dan kangkung disajikan dalam pincuk daun pisang. Sayur mayur itu pun disiram dengan bumbu kacang yang manis nan gurih dengan sedikit rasa pedas, lalu ditambah dengan serpihan kerupuk karak. 
Terdapat juga menu pendamping seperti sate usus, babat, paru, udang, ampela. Hanya, menu pendamping paling laris adalah sate keong. Tidak hanya itu, tahu dan tempe juga sudah tersedia menjadi pilihan lauk oleh para pembeli. Peyek udang dan telor ceplok juga tidak ketinggalan untuk dijadikan pilihan dalam menyantap nasi pecel ini. 
Soal rasa Nasi Pecel Yu Sri? Pertanyaan ini pun mungkin terjawab dengan mengularnya antrean para pembeli. Walaupun buka hingga pukul 2 dini hari, bukan jaminan antrean akan berkurang. Justru saat tengah malam warung ini semakin ramai, karena tengah malam merupakan puncak keramaian kawasan Simpang Lima. 
Harganya yang murah juga menjadi salah satu alasan para pembeli untuk datang kembali ke warung makan ini. Hanya dengan Rp 16 ribu, anda bisa mendapatkan 1 nasi pecel, 2 tusuk sate dan 1 botol air mineral. Tertarik?
17.47 | 0 komentar | Read More

Tour de Singkarak



Pencapaian itu langsung menempatkan TdS sebagai lomba paling banyak ditonton keempat di bawah Tour de France, Vuelta Espaa, dan Giro d’Italia. Tour de France dengan 12 juta-15 juta penonton di sepanjang rute yang dilewati menjadi lomba balap sepeda paling terkenal di dunia sejak dirintis 110 tahun lalu.

ASO adalah pemilik dan penyelenggara lomba balap sepeda Tour de France yang tahun ini mencapai edisi ke-100.

”Tour de Singkarak adalah aset yang cukup baik, terutama dari potensi penonton. Pebalap sepeda senang melihat kerumunan penonton. Mereka merasa termotivasi dan itu membuat mereka ingin kembali,” kata Project Manager ASO Business Development, Robin Cassuto di kantor ASO di Paris, Perancis, beberapa waktu lalu.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengatakan, Indonesia baru tahap memulai pengembangan sport tourism (pariwisata olahraga). Pariwisata ini dapat dimanfaatkan sebagai jembatan bagi pariwisata alam dan budaya yang selama ini menjadi daya tarik tradisional pariwisata Indonesia.

TdS mendapat dorongan besar, mengingat potensi penonton yang luar biasa. Sapta mencontohkan sepak bola yang menjadi olahraga paling populer di Indonesia. Namun, sebenarnya dari segi penonton langsung terbatas mengikuti kapasitas stadion. Berbeda dengan balap sepeda yang mampu mendatangkan crowd atau kerumunan penonton yang ”tidak terbatas” karena lintasan etape bisa mencapai ribuan kilometer.

Jumlah penonton yang besar berarti daya tarik bagi sponsor dan pemasang iklan. Sejauh ini, menurut Sapta, sudah ada beberapa sponsor besar yang bergabung meski baru mampu mencakup 30 persen biaya penyelenggaraan. Namun, tujuan terpenting adalah pengembalian investasi dalam bentuk kunjungan wisatawan dan efek berganda terhadap ekonomi masyarakat lokal.
”Untuk peningkatan kelas rasanya baru bisa terwujud pada 2015. Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga serta ISSI (Ikatan Sport Sepeda Indonesia). Sejauh ini mereka cenderung pada keinginan yang sama untuk peningkatan grade ke 2.1,” kata Sapta saat kunjungannya ke Perancis bersama rombongan dari Indonesia.

Rombongan berada di Perancis pada 17-23 Juli lalu untuk mengalami dan melihat langsung penyelenggaraan TdF. Seeing is believing. Menurut Sapta, melihat langsung diharapkan menjadi sarana pembelajaran efektif.

Rombongan dari Indonesia selain dari Kementerian Pariwisata Ekonomi dan Kreatif, juga Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim dan empat bupati yang wilayahnya dilewati rute TdS, yakni Bupati Dharmasraya Adi Gunawan, Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, dan Wali Kota Padang Panjang Suir Syam. Ikut juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat Burhasman, perwira Kepolisian Daerah Sumatera Barat, serta dua wartawan.

Ada tiga masukan utama yang disampaikan ASO sebagai evaluasi penyelenggaraan TdS 2013, yakni soal peningkatan kelas, jadwal lomba, dan etape. ASO menekankan TdS harus segera menaikkan kelas ke 2.1.

PB ISSI sebagai induk olahraga balap sepeda di Indonesia disarankan segera mengajukan permohonan kenaikan kelas kepada Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI). ASO bahkan telah mengirimkan contoh surat permohonan peningkatan kelas. ASO juga bersedia mendampingi dan memberikan rekomendasi.

Menurut Robin, dengan riwayat panjang sebagai penyelenggara TdF dan berbagai lomba balap sepeda kelas dunia lainnya, suara ASO diperhitungkan oleh UCI. Ini diharapkan memudahkan jalan Indonesia memperoleh izin dari UCI.
Penting juga untuk menjadwal ulang waktu lomba. Terakhir, TdS digelar pada 2-9 Juni 2013 yang diikuti 22 tim dengan 16 di antaranya tim asing. Hindari penyelenggaraan yang bersamaan dengan musim panas di Eropa karena Tour de France dan beberapa tur dunia lain yang masuk agenda wajib pebalap dunia diselenggarakan pada musim ini. Mereka justru membutuhkan balapan di waktu yang bersamaan dengan musim dingin karena sekaligus untuk ajang latihan.

Bulan Februari hingga Maret, menurut Robin, menjadi waktu ideal untuk penyelenggaraan TdS. Tentu saja setelah memperhatikan jadwal lomba di Australia dan Tour de Langkawi di Malaysia yang biasanya disambangi para pebalap sepeda. TdS diharapkan masuk pertimbangan sebelum mereka kembali ke Eropa. Tim-tim ini sudah harus diundang sejak September sebelumnya. Namun, diakui Robin, untuk ini penyelenggara harus menyediakan tambahan dana pengganti biaya transportasi. Besarnya 1.500 euro hingga 2.000 euro per tim.

Dari segi persyaratan akomodasi, menurut Robin, hotel-hotel yang ada di Padang dan Bukittinggi sudah mencukupi. Tidak perlu ada hotel berbintang di setiap daerah yang menjadi tempat start atau finis etape. Rute bisa diatur agar pebalap cukup menginap di Padang atau Bukittinggi karena untuk setiap hari gonta-ganti hotel juga merepotkan dan melelahkan bagi pebalap dan rombongannya.

Kunci kedua adalah rute. ASO menekankan rute harus didesain agar menarik, menantang, tetapi juga tetap memperhatikan aspek keamanan. Etape harus diatur agar memberikan tantangan yang berjenjang tahap demi tahap atau kombinasi dari jalan datar, berbukit, dan pegunungan.

Tidak seperti yang lalu, rute pertama TdS justru menjadi etape tersulit sehingga peserta sudah kepayahan di awal. Para pebalap asing yang baru datang, terutama dari Eropa, membutuhkan adaptasi sehingga ada baiknya etape pertama datar, kemudian semakin memuncak pada etape-etape berikutnya.

Kelok 44 ideal dijadikan puncak etape karena memberikan tantangan tersulit. Sementara Kelok Sembilan yang sempat dimasukkan ke dalam etape disarankan untuk dihapus karena membahayakan pebalap.

”Sebaiknya penentuan rute bukan oleh pemerintah daerah yang daerahnya dilewati etape karena khawatir ada jalur yang membahayakan, seperti Kelok Sembilan,” kata Robin.

Sebagai gantinya, ASO dengan dukungan para ”veteran” TdF bersedia menentukan rute yang layak dan aman dijadikan etape, termasuk penyusunan urutan etape berdasarkan tingkat kesulitan. Dengan catatan, mereka dilibatkan sejak jauh hari. Pada TdS 2013, ASO hanya dikaryakan sebagai validator rute.


19.18 | 0 komentar | Read More

Minat Wisata Ke Yogyakarta Di Malam Hari Terlihat Kurang

Kegiatan wisata  malam hari di wilayah Kota Yogyakarta sampai saat ini dinilai masih kurang dan perlu ditambah agar wisatawan merasa betah menginap di kota  ini.


"Dengan kegiatan  wisata malam hari di Kota Yogyakarta diharapkan lama tinggal  wisatawan akan bertambah," kata Ketua Yayasan Widya Budaya Yogyakarta, Widi Utaminingsih, di Yogyakarta.

Menurut dia, rata-rata lama tinggal wisatawan di daerah ini  masih di bawah tiga hari, sehingga berakibat pada rendahnya jumlah  uang yang dikeluarkan  wisatawan saat menginap di daerah ini.

"Upaya Untuk menggenjot lama tinggal wisatawan perlu ada kegiatan malam hari yang harus dilakukan sehingga geliat pariwisata di kota ini malam hari makin  meningkat," kata Widi.

Menurut Widi, kegiatan wisata malam hari itu memang sudah menjadi wacana lama namun  implementasi di lapangan termasuk koordinasi antarlembaga dan pemangku kepentingan  pariwisata di daerah ini masih kurang.

"Pemerintah setempat memang harus secepatnya mengantisipasi kurangnya jumlah kegiatan wisata malam hari sehingga bisa berdampak positif bagi pariwisata setempat," katanya.

Sementara itu, wisatawan asal Bali, Komang Saputra mengatakan  pada malam hari dirinya merasa kesulitan mencari kegiatan wisata malam termasuk tempat bersantai bagi wisatawan yang menginap di kota ini.

"Saya kesulitan mencari tempat untuk bisa kongkow-kongkow, misalnya kafe terutama di Kota Yogyakarta bagian selatan. Jadi, selama di kota ini saya hanya  berdiam di hotel  saja pada  malam hari," katanya.

Padahal, lanjut Komang, wisatawan ingin menikmati suasana malam hari di Kota Yogyakarta. Namun,karena  tidak ada tempat untuk santai maka mereka terpaksa hanya berdiam di hotel tempat menginap.

"Sebenarnya, sangat sayang jika Yogyakarta sebagai destinasi wisata tidak banyak tempat  atau fasilitas  untuk santai bagi wisatawan pada malam hari. Wisatawan  hanya bengong saja di hotel karena  tidak tahu harus ke mana untuk mencari hiburan terutama wisatawan yang  baru pertama kali  menginap di Yogyakarta," kata Komang
18.50 | 0 komentar | Read More

Tana Toraja Digabung dengan "Lovely December"

Festival Tana Toraja yang dijadwalkan berlangsung 22-24 Agustus 2013 direncanakan digabung dengan program "Lovely December".

"Atas pertimbangan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bahwa Festival Tana Toraja waktunya hampir berdekatan dengan Lovely December, maka untuk efisiensi akan digabungkan saja," kata Kepala Disbudpar Sulsel, H Jufri Rahman di Makassar, Sabtu (17/8/2013).

Menurut Jufri, pengunduran Festival Tana Toraja itu justru akan lebih mematangkan agenda yang akan diisi dengan sajian aneka musik dan tari tradisional, termasuk kuliner dan seminar tentang kebudayaan.

Dia mengatakan, sasarn utama Festival Tana Toraja adalah wisatawan mancanegara, sedangkan Lovely December adalah warga Tana Toraja di perantauan, termasuk yang berada di luar negeri untuk kembali ke kampung halamannya merayakan Natal bersama dengan sanak-famili di Tana Toraja.

"Dengan demikian, penyatuan dua agenda tersebut akan lebih meriah dan persiapannya lebih matang," katanya.

Jufri memaparkan, penundaan Festival Tana Toraja tidak akan menyurutkan wisman ke Sulsel. Sementara yang sudah terlanjur menjadwalkan hadir pada pekan ketiga Agustus 2013 di Tana Toraja, tentu tidak perlu kecewa.

Alasannya, karena daerah yang menjadi ikon pariwisata Sulsel itu selalu memiliki agenda tradisi budaya dan sejumlah objek wisata yang menarik dikunjungi.

"Dengan adanya dua kegiatan yang disatukan ini, diharapkan jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara akan lebih banyak dibandingkan pada kegiatan serupa tahun lalu," kata Jufri.
18.13 | 0 komentar | Read More