Statistik

Raja Ampat Papua




 Ketua Panitia Pengarah Sail Komodo, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan pelaksanaan Sail Indonesia 2014 dilakukan di Raja Ampat, Papua.

"Sail untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan destinasi wisata, karena itu tahun depan kita akan adakan di Raja Ampat," kata Agung Laksono pada puncak acara Sail Komodo di Labuan Bajo, NTT.

Sail seperti yang dilaksanakan saat ini di Labuan Bajo, menurut Menko Kesra, juga sebagai implementasi pelaksanaan direktif tentang percepatan pembangunan yang mencakup Pengembangan Pertanian Terpadu, Pengembangan Perikanan dan Kelautan, Pengembangan Pariwisata, Peningkatan Infrastruktur, dan Penanganan Warga Baru.

Kegiatan sail sangat tepat dilaksanakan karena sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor V yang menitikberatkan pengembangan pariwisata.

Sebelumnya, Menko Kesra mengatakan tujuan pelaksanaan Sail Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat setempat dengan memberikan pelatihan-pelatihan bermanfaat yang menunjang usaha kecil menengah untuk pengembangan sebuah destinasi wisata, seperti kerajinan, tour wisata, hingga penyediaan akomodasi yang menunjang wisata.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mengatakan dukungan untuk pengembangan wisata bahari akan diberikan pada setiap pascapelaksanaan Sail Indonesia.

"Kita perlu melihat apa yang perlu kita kembangkan lebih cepat lagi di satu daerah, sehingga kegiatan sail-sail ini benar-benar dapat dirasakan manfaatnya," katanya.
19.24 | 0 komentar | Read More

Jalan Tol Samosir





Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar menegaskan, infrastruktur, terutama akses menuju Danau Toba, harus segera diperbaiki agar mampu mendukung perkembangan pariwisata di daerah tersebut.

"Tanpa jalan tol, kawasan Danau Toba akan sulit berkembang, apalagi saat ini transportasi menuju sini sangat padat dan jalannya kecil," kata Sapta di Samosir.

Menurut Sapta, rencana pembangunan jalan tol dari Medan menuju Siantar sudah dalam pengkajian. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa saat membuka Festival Danau Toba 2013 telah menyinggung pembangunan jalan tol.

"Lihat saja kalau siang. Jalanan ke sini sangat padat. Butuh waktu lama untuk ke sini. Jika ada tol, ke sini bisa hanya ditempuh dua jam. Kondisi ini jelas akan mempermudah bagi wisatawan," katanya.

Selain pembangunan jalan tol, lanjut Sapta, pengembangan Bandara Silangit yang berada di Kabupaten Toba Samosir harus dimaksimalkan, apalagi saat ini mulai diterbangi pesawat salah satu maskapai swasta nasional.

"Bandara ini nantinya membidik warga Batak yang ada di luar. Begitu juga dengan wisatawan asing. Jika penerbangan internasional, maka akan lebih mudah lagi," katanya.

Jika infrastruktur telah mendukung, tinggal saatnya meningkatkan semua materi yang telah ada, mulai pemaksimalan kawasan Danau Toba hingga pengembangan budaya asli tanah Batak yang salah satunya dengan membuat paket wisata.


"Festival harus dibuat lebih bermutu lagi. Atraksinya harus unik, apalagi budaya di sini sudah oke. Tapi, jangan ketinggalan. Jalan di sini (Samosir) juga harus ditingkatkan," kata Sapta Nirwandar.

Sementara itu, Bupati Samosir Mangindar Simbolon mengatakan, khusus untuk pemaksimalan Bandara Silangit, pihaknya telah melakukan kerja sama pemerintah kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba. "Tahun 2014 kita sudah sepakat untuk meningkatkan Bandara Silangit menjadi badara internasional," katanya.

Menurut Mangindar, selain memaksimalkan Bandara Silangit yang berada di Kabupaten Toba Samosir, pihaknya juga mewacanakan untuk penggunaan pesawat amfibi yang turun langsung di Danau Toba. Bahkan, rencana ini telah diuji coba beberapa waktu lalu.
19.27 | 0 komentar | Read More

Komodo Primadona wisatawan Mancanegara

 Komodo yang kini tengah menjadi primadona dan incaran wisatawan mancanegara merupakan aset kebanggaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ini mesti dikelola dengan baik agar jangan sampai menjadi aset pariwisata provinsi lain. Aspek konektivitas harus menjadi perhatian serius sehingga komodo memberi manfaat untuk NTT secara keseluruhan.

Hal ini disampaikan Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur kepada wartawan di Bandara El Tari Kupang, saat hendak menuju Labuan Bajo untuk mengikuti acara puncak Sail Komodo.

Menurut Sunur, aspek pengelolaan komodo sebagai aset pariwisata NTT adalah dengan menggelar acara-acara penunjang lainnya di kabupaten lain. Dengan begitu, bisa memberi dampak bagi daerah yang bukan memiliki habitat komodo.

Selain itu perlu diperhatikan aspek konektivitasnya agar jangan sampai ada penerbangan dari luar langsung ke Labuan Bajo yang bisa menjadikan komodo sebagai aset pariwisata daerah lain.


"Jangan sampai komodo jadi aset pariwisatanya Bali. Makanya secara regional NTT harus memikirkan hal ini. Secara nasional kita semua dorong komodo tapi secara regional kita harus dorong yang lain, supaya setelah Sail Komodo ini jangan sampai orang Bali yang dapat lebih banyak manfaat," ujarnya.

Bupati Sunur mengungkapkan hingga saat menjelang acara puncak Sail Komodo masih ada daerah lain di NTT yang merasa kurang memiliki komodo. Karena itu, perlu ada acara-acara penunjang lainnya sehingga komodo merupakan produk utama dalam mempromosikan tempat pariwisata lain di daerah-daerah seluruh NTT.

"Ada daerah yang merasa kurang memiliki komodo karena tidak merasakan manfaatnya. Misalkan Lembata dapat apa? Lalu what's next setelah Sail Komodo?" katanya.


Karena itu, lanjut Bupati Sunur, dalam waktu dekat akan digelar reli wisata bahari selama empat hari di Lembata. "Reli wisata bahari ini untuk menggiatkan pariwisata Lembata yang akan digelar Oktober mendatang," katanya.

Bupati Sunur memaparkan, Lembata kaya akan potensi pariwisata. "Obyek wisata di Lembata sangat banyak dan bisa menunjang komodo. Ada tradisi perburuan ikan paus, budaya rohani (jalan salib) pada bulan Mei dan Oktober yang bisa dipadukan dengan prosesi Semana Santa di Larantuka. Juga ada sauna alam dan masih banyak lagi," tambah Sunur.
19.11 | 0 komentar | Read More

Wisata Mancanegara Kurang Terdata Oleh Aceh

Pemerintah Aceh mengalami kendala mendata wisatawan mancanegara (wisman) yang berlibur ke sejumlah kabupaten dan kota di provinsi ini. "Kami mengalami kendala dalam mendata masuknya wisatawan, terutama turis mancanegara karena sebagian di antara mereka tercatat di Keimigrasian Medan (Sumatera Utara)," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Adami Umar di Banda Aceh. 




Sebab, menurut Adami, pintu masuk wisman ke Aceh hanya lewat Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM). Artinya, petugas hanya bisa mencatat jumlah wisman yang masuk melalui SIM.

Sementara, wisman juga diyakini banyak mengunjungi sejumlah obyek wisata andalan di Aceh seperti Pulau Banyak (Singkil) dan Simeulue itu, umumnya masuk melalui Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara.

"Jadi, sebagian besar wisman yang masuk ke Aceh itu setelah sebelumnya mereka berlibur di Sumatera Utara. Dan mereka tercatat di imigrasi Sumatera Utara," kata Adami.

Namun, dia optimistis kunjungan wisatawan ke sejumlah obyek wisata andalan di Aceh akan terus meningkat di masa-masa mendatang dengan pertimbangan situasi keamanan yang semakin kondusif di provinsi ini.

Pemerintah, lanjut Adami, telah menetapkan Visit Aceh Year 2013 sebagai salah satu upaya bersama untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu provinsi menarik dikunjungi wisatawan. "Kami menilai Visit Aceh Year 2013 itu sebagai tonggak awal sebuah komitmen pemerintah untuk memajukan sektor pariwisata yang diharapkan mampu mendatangkan devisa bagi negara, dan daerah," katanya.

Oleh karena itu, Pemerintah Aceh akan terus berbenah diri dengan menyiapkan infrastruktur untuk menunjang sektor pariwisata di provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut. "Kami merasakan sarana dan prasarana pendukung belum begitu baik, dan ke depan menjadi perhatian kami untuk meningkatkan," tambah Adami Umar.
19.12 | 0 komentar | Read More

Orang Eropa Padatkan Wisata Di Bali




Tahun lalu pemerintah gencar melakukan promosi pariwisata ke negara-negara di kawasan Eropa. Promosi itu tampaknya berhasil menggiring turis Eropa tetap ramai berlibur ke Bali.

Pengamat pariwisata Wayan Sudana di Denpasar,  menjelaskan, pelancong asal negara di kawasan Eropa yang umumnya menyenangi tata cara kehidupan masyarakat, bertambah banyak datang ke Bali.

Masyarakat Eropa dikabarkan mengalami krisis ekonomi global, namun turis negeri itu tetap berlibur sambil menyaksikan aneka ragam seni budaya Bali yang tidak ada duanya di dunia.

Menurut Sudana, turis Eropa yang datang berlibur ke Bali sebanyak 377.049 orang selama Januari-Juli 2013 meningkat dari periode sama tahun 2012 hanya 348.766 orang atau memiliki peranan 21,05 persen dari seluruh turis ke Bali.

Sesuai laporan Dinas Pariwisata Bali, kedatangan turis asal Eropa bertambah setiap bulan seperti halnya selama Mei 2013 tercatat 47.940 orang bertambah menjadi 50.284 selama Juni dan Juli naik lagi menjadi 75.415 orang.

Dua negara di Eropa yakni Inggris dan Perancis tetap tercatat sebagai sepuluh negara terbanyak memasok turis ke Bali, bersama Australia, China, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Amerika Serikat.

Kerukunan masyarakat di daerah pedesaan menjadi daya tarik tersendiri bagi turis Eropa yang berlibur ke Bali. Upacara ritual hampir setiap hari ada di daerah ini. Kondisi inilah menyebabkan turis Eropa lebih dari sekali berkunjung ke Bali.
18.41 | 0 komentar | Read More

Tari Landek Tanah Karo (Medan SUMUT)

Tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
  Wah,... saya seneng banget waktu jalan-jalan ke Tanah Karo bulan Februari 2012 kemarin. Di salah satu acara yang saya datangi ketika melaksanakan tugas, ada acara penyambutan tamu dengan tarian khas Tanah Karo Simalem: Landek. Lengkapnya sih, Landek Piso Surit. Sebuah tarian khas yang baru pertama kali saya lihat secara langsung.


Ketika tamu datang, sebelum memasuki ruangan, penari berjejer di depan pintu masuk. Ada yang membawa keranjang buah-buahan. Ada yang membawa semacam bakul berukuran kecil, berisi beras. Lagu daerah khas Tanah Karopun mengiri para tamu yang masuk satu per satu sambil menarikan gerakan tangan manortor. Penari berjenis kelamin laki-laki yang membawa bakul berisi beraspun menaburkan beras secara perlahan kepada para tamu yang lewat di depannya. Konon, hal itu berarti si tuan rumah menganggap tamunya terhormat dan berjasa (diagungkan).
tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
Nah, kalau gambar yang di samping ini, pada saat acara pembukaan sudah dimulai, tarian Landek  dibawakan di dalam ruangan. Enam orang penari yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan, menari berpasangan secara serasi. Tari tradisional Karo ini memiliki tiga unsur pembentuk utama, yaitu gerakan naik turun, gerakan goyang badan dan gerakan kelentikan jari. Harmonis deh, pokoknya

tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maragatari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga

















Di akhir tarian, saya lihat beberapa orang memberikan “saweran”. Entah apa namanya kalau di Karo. Yang pasti, lembaran uang seratus ribuan diberikan masing-masing kepada penari tersebut. Dan tidak hanya satu orang yang memberi, hampir semua yang berada di deretan kursi paling depan (tamu kehormatan) memberikan uang saweran
18.50 | 0 komentar | Read More

Langkah Kaki Para Perantau




Kari menyebar lewat pedagang India di masa lalu dan buruh-buruh India yang dipekerjakan Inggris di seluruh perkebunannya di tanah jajahan, mulai dari Malaysia hingga Afrika, pada abad ke-19. Rendang menyebar ke mana-mana lewat orang Minang yang konon mulai merantau pada abad ke-6.

Mochtar Naim dalam buku Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau (1984) mencatat, perantau Minang awalnya bergerak dari pusat Minangkabau di Luhak Nan Tiga, yakni Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota, ke sepanjang pesisir barat Sumatera dan pesisir timur. Ada pula yang merantau hingga Negeri Sembilan, Malaysia. Ketika itu merantau masih dalam konteks mencari daerah koloni dan wilayah dagang.

Gelombang merantau yang bersifat individu baru terjadi sekitar abad ke-19 dan 20 seiring berkembangnya kota-kota di pesisir Sumatera. Apalagi Belanda membangun jaringan jalan dan sarana komunikasi yang memudahkan perantau Minang pergi merantau dari kampungnya ke kota. Para perantau tidak hanya datang untuk bekerja dan berdagang, tetapi juga sekolah.

Gerakan merantau makin masif pasca-pengakuan RI dan kembalinya ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta tahun 1950. Saat itu muncul kebutuhan staf dan pegawai untuk mengisi kementerian dan departemen, biro, serta perkantoran pemerintah. Orang-orang Minang yang sejak abad ke-19 mengecap akses pendidikan terbaik di Nusantara—seperti halnya orang Karo, Toba, Mandailing, Toraja, dan Minahasa—berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengisi posisi-posisi birokrat, ulama, dan guru.

Ketua BKKBN sekaligus Ketua Yayasan Pembangunan Lintau Buo Fasli Jalal bercerita, ayahnya termasuk orang Minang yang merantau pada periode itu untuk menjadi guru agama. Saat itu, katanya, perantau Minang juga banyak yang terserap ke perusahaan-perusahaan negara hasil nasionalisasi. Ada pula yang menjadi dokter, ahli hukum, dan pengusaha.


Puncak gerakan merantau terjadi pasca-pemberontakan PRRI tahun 1958. Pemerintah pusat memadamkan pemberontakan tersebut dan menduduki kota-kota utama di Sumbar. ”Siapa pun (orang Minang) dicurigai dan diawasi gerak-geriknya oleh tentara. Akses mereka untuk bekerja sebagai birokrat tertutup. Daripada hidup tertekan di kampung, akhirnya anak muda sampai orang tua yang berpendidikan ataupun tidak pergi meninggalkan Minangkabau,” kata Gusti Asnan.

”Kalau pada periode sebelumnya orang merantau untuk mengasah hidup, yakni menuntut ilmu dan mengabdi kepada negara, setelah PRRI orang Minang merantau untuk bisa hidup,” tambahnya.

Itu sebabnya, apa pun jenis pekerjaan yang tersedia di rantau diincar orang Minang. Meski sebagian dari mereka memilih menjadi pedagang agar bisa hidup lebih merdeka. Tahun 1970-an, kata Muhammad Nur, pekerjaan di sektor informal yang digemari antara lain menjadi tukang jahit di Jakarta. Mengapa? Sebab mesin jahit ketika itu masih dianggap barang mewah di kampung-kampung Minang. ”Kalau perantau bisa beli mesin jahit sudah dianggap hebat,” kata Muhammad.

Perantau Minang juga banyak yang terjun ke bisnis tekstil. Tidak heran jika kini mereka mendominasi pusat-pusat perdagangan tekstil di Jakarta, seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Blok M, Pasar Jatinegara, dan Pasar Benhil. Ada pula yang terjun ke bisnis percetakan, perhotelan, barang antik, keuangan, dan yang paling banyak membuka warung nasi padang (Elfindra, Ayunda, Saputra; Minang Entrepreneurship, 2010).

Migrasi besar-besaran secara bergelombang membuat jumlah penduduk Sumbar turun drastis. Data sensus 1930 menunjukkan, penduduk Sumbar yang tinggal di luar kampung halamannya ketika itu mencapai 211.000 orang yang tersebar di Jambi, Riau, Sumatera Timur, dan Malaysia (tidak termasuk Negeri Sembilan). Tahun 1971, angka itu melonjak menjadi 44 persen.


Berdasarkan sensus 1971, jumlah penduduk yang ”tersisa” di Sumbar saat itu 2.788.388 orang. Artinya, jumlah penduduk yang pergi dari Sumbar tidak jauh dari angka itu. Mereka tersebar di sejumlah daerah, terutama Jabodetabek.

Tahun 2000, jumlah penduduk beretnis Minang di Jabodetabek mencapai 429.205 orang. Sepuluh tahun kemudian, jumlah mereka bertambah jadi 529.888 orang. 
13.51 | 0 komentar | Read More