Wisata Di Bawah Lorong Tua Laweyan




Mari bertandang ke rumah yang dulu dihuni saudagar batik Poesposoemarto yang dibangun tahun 1938. Rumah itu kini menjelma sebagai Roemahkoe Heritage Hotel milik Nina Akbar Tandjung. Jangan lupa mencicipi jangan bening alias sayur bening. Atau menikmati lodoh pindang yang mantap. Dan, yuk dolanan dakon, main congklak dengan sembilan ceruk yang masing-masing berisi sembilan kecik atau biji buah.

Menu dan permainan tradisional itu disajikan selaras dengan atmosfer Jawa yang melingkupi Roemahkoe yang dibuka tahun 2001. Rumah bersejarah itu terletak di Jalan Dr Rajiman, yang membelah kawasan Laweyan. Nina mempertahankan otentisitas bangunan dengan penyesuaian seperlunya di sana-sini tanpa mengurangi nuansa sebagai rumah jawa. Bahkan, sebagian perabotnya masih orisinal.

Salah satu perabot itu adalah amben atau balai-balai dari kayu jati. Dalam rumah pengusaha batik, amben lazim digunakan untuk menggelar kain batik. Nina punya cerita lain yang ia dengar dari cucu Poesposoemarto.

”Dulu kalau mereka ngitung duit, ya di amben itu. Duitnya dijejer-jejer banyak sekali,” kata Nina menggambarkan hasil kerja keras saudagar batik.

Cerita Nina tentang Roemahkoe dan rumah-rumah di Laweyan pada umumnya terdengar seperti dongeng kekayaan para saudagar batik. Untuk menyimpan berlian, misalnya, mereka membuat tempat rahasia di bawah ubin di salah satu senthong alias kamar.



Bahkan, masih menurut cerita yang dihimpun Nina dari keluarga saudagar batik Laweyan, mereka menyimpan berlian di dalam kaleng yang kemudian ditutup dengan malam atau lilin untuk membatik. Itu demi alasan keamanan. ”Kaleng isi berlian itu dimasukkan ke sumur di dalam rumah. Kalau mau mengambil, mereka menggunakan jangkar,” tutur Nina.

Ndalem Tjokrosoemartan

Kita beralih ke Ndalem Tjokrosoemartan milik saudagar batik Tjokrosoemarto yang dibangun tahun 1915. Letaknya di sebelah barat Roemahkoe. Ndalem Barat dalam bahasa Jawa berarti ’rumah’. Rumah tersebut kini menjadi Sasana Pawiwahan atau gedung pertemuan. Orang bisa menyewa untuk menghelat acara perkawinan atau perhelatan lain.
Ndalem Tjokrosoemartan dengan luas tanah sekitar 5.000 meter persegi sudah menjelaskan sendiri tentang tingkat sosial- ekonomi pemiliknya. Tjokrosoemarto adalah salah seorang saudagar Laweyan yang mengekspor produk ke luar negeri pada era awal 1900-an. Bukan hanya batik yang diekspor ke Eropa, melainkan juga hasil bumi dan kerajinan.

”Eyang Tjokrosoemarto kalau mengekspor bisa sampai 50 gerbong kereta api. Barang diekspor lewat pelabuhan di Semarang atau Cirebon,” kata Purnomo Warasto (39), buyut dari Tjokrosoemarto yang juga merupakan Bendahara Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).

Akses Tjokrosoemarto sebagai pedagang pribumi untuk bisa mengekspor ketika itu dibuka berkat upaya Haji Samanhoedi, saudagar Laweyan yang mendirikan Sarekat Dagang Islam.

Dituturkan oleh Purnomo, hasil dari usaha Tjokrosoemarto sebagian disumbangkan bagi perjuangan tokoh-tokoh kemerdekaan republik ini, termasuk Bung Karno, Bung Hatta, dan Jenderal Gatot Subroto. Di Ndalem Tjokrosoemartan kita bisa melihat foto-foto Bung Karno saat berkunjung ke rumah Tjokrosoemarto.

”Bantuan untuk perjuangan itu bentuknya berupa perhiasan yang dikumpulkan ke dalam kaleng roti. Bantuan juga dikumpulkan dari para pedagang batik Laweyan lainnya,” kata Purnomo.

0 komentar:

Posting Komentar