Perhatian pemerintah terhadap upaya penggalian dan pelestarian benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Samudera Pasai sangat minim.
Banyak manuskrip dan enskripsi kuno zaman kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut yang terbengkalai dan tak terurus.
Padahal, peninggalan-peninggalan tersebut menyimpan catatan sejarah yang dapat menjelaskan lebih gamblang tentang Samudera Pasai.
Peneliti independen dari pusat informasi Samudera Pasai Heritage Lhokseumawe, Taqiyuddin, Minggu (10/4), mengungkapkan, benda peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera Pasai tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya di Aceh Utara. Namun, sampai saat ini belum ada upaya untuk menggali dan meneliti peninggalan bersejarah tersebut.
”Belum ada keseriusan dan tindakan berbobot dari pemerintah untuk menggali dan meneliti peninggalan bersejarah ini,” kata Taqiyuddin.
Sejarah Samudera Pasai yang selama ini diketahui publik hanya berdasarkan catatan sejarah yang tersimpan di London dan catatan-catatan hikayat yang sebenarnya bias. Pemerintah dan peneliti hanya berkutat pada sumber yang sudah ada dan tak dilakukan penggalian ke manuskrip dan enskripsi yang tersimpan di banyak tempat di Aceh.
Umumnya peninggalan bersejarah Samudera Pasai berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas. Selain itu, terdapat juga prasasti-prasasti.
Jadi tambak
Di Aceh banyak ditemukan kompleks pemakaman kuno zaman Pasai dan batu-batu kaligrafis. Batu-batu bernilai sejarah itu dibiarkan teronggok dan terkubur oleh masyarakat karena ketidaktahuan. Sebagian bahkan sudah diambil oleh kolektor dari negara lain, termasuk Malaysia.
Di Desa Kuta Karang, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, yang diyakini sebagai pusat Kerajaan Pasai, nyaris tak ada upaya penggalian benda bersejarah. Lingkungan bekas istana kerajaan bahkan kini sudah berubah menjadi tambak ikan dan persawahan.
Warga setempat hampir setiap hari menemukan benda-benda bersejarah mulai dari nisan kuno, potongan keramik china, batu permata, hingga batu pondasi kuno. Namun, benda-benda berharga itu dibiarkan begitu saja terbuang di pinggir sawah, bahkan pinggir jalan. Sebagian ada yang dijual.
”Sebagian bekas kompleks kerajaan sekarang malah menjadi kebun singkong,” kata Ramlan Yunus, warga Desa Kuta Karang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Utara Syahbudin Usman mengatakan, peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera Pasai tak mempunyai nilai pariwisata yang menarik. Tak banyak masyarakat yang tertarik dengan wisata peninggalan bersejarah. Selain itu, upaya membawa Samudera Pasai sebagai tujuan wisata religi juga berbenturan dengan syariah Islam dan budaya lokal. ”Sulit mengembangkannya,