Wisata Teknologi Di Bandung

 Setiap orang sudah mewajibkan diri untuk berwisata, refreshing dan bersantai sejenak dari rutinitas yang biasa. Terlebih wisata urban seperti tatar Bandung. Salah satu yang ditawarkan oleh disbudpar Bandung adalah dengan membuat wisata teknologi. Tujuannya bukan Boscha,karena boscha adalah tempat riset salah satunya bagimana menentukan jatuhnya 1 Ramadhan dan lain sebaginya.



Jatuhlah tujuannya ke ITB. Selama ini memang orang sudah banyak yang berwisata ke kampus ITB. Namun masih belum optimal, sebab potensi wisatanya bukan hanya sekedar melihat kampus dan sekitarnya, foto-foto dan pulang. Kampus kita ini katanya punya pusat perencanaan dan pengembangan pariwisata (P2Par ITB). Namun saat hendak bekerjasama dengan pihak pemkot yag diwakili dengan disbudpar, muncullah konten-konten menarik yang ditawarkan pengurus p2par yang juga merangkap dosen. Mungkin karena kurangnya remunerasi dari ITB maka pengurus tadi tidak berani melanjutkan alias membatalkan. Konsepnya sederhana, akan ada atraksi-atraksi dari setiap jurusan untuk dipertontonkan kepada pengunjung, minimal 2 kali sehari, yaitu dari jam 09.00-11.00 dan jam 14.00-16.00. Marketnya adalah sekolah-sekolah atau komunitas yang ada di Jabar saja dulu. Namun untuk menarik minat orang berkunjung terlebih dahulu, maka dibuat free selama 1 semester. Karena mendengar makhluk free ini, sang dosen yang sudah profesor katanya langsung berhitung cepat, break event point, roi, bisnis plan blablabla. Akhirnya ditarik kesimpulan ditunda saja dulu.

Padahal orang-orang disbudpar ini adalah mereka-mereka yang sudah pengalaman men set up tempat wisata, lulusan Amrik, Australia dll. Sebut saja salah satunya adalah Keong Mas yang ada di TMII Jakarta. Awalnya pengunjung gratis masuk ke dalam keong mas sama seperti kita masuk ke anjungan rumah-rumah adat di Taman Mini Indonesia. Yang disajikan disana adalah pertunjukan teknologi 4 Dimensi dan banyak hal yang berbau atraksi teknologi dan dibuka dua kali sehari seperti shift diatas. Namun setelah pengunjung ramai, maka diberlakukanlah tiket yang menambah pendapatan TMII. Konsep ini yang sudah ditawarkan kepada pihak P2Par ITB.


Satu lagi keluhan orang ITB (katanya ahli tata kota), dengan kemampuan hitungannya mengatakan kalau parkir di bahu jalan sangat merugikan. 1 meter jalan dibuat dengan biaya 75 juta rupiah, bila ada parkir sebuah mobil, maka ia sudah menggunakan luas jalan minimal 4 meter persegi dengan biaya sekian. Dosen itu meminta kepada pemkot Bandung dan anggota dewan agar segera membenahi perparkiran yang semakin ruwet di Bandung akhir-akhir ini. Lalu muncullah kesepakatan antara tim dari kampus dengan pemerintah, kalau mulai besok penertiban perparkiran akan dimulai dari jalan Ganesha dan Taman Sari. Sontak pihak ITB menolak dan mengatakan kalau penertiban sebaiknya jangan dulu dilakukan. Saya dibuat terdiam, karena memang melihat solusi dari kampus saya tersebut sepertinya asal dan menimbulkan masalah baru. Bahkan warga Bandung mengatakan kalau sekarang parkir sembarangan di bahu jalan adalah karena melihat dan mencontoh parkir di jalan Ganesha dan Taman Sari.

Ya, kita senang banyak orang semakin kaya dan mampu membeli kendaraan. Bangsa kita makin jauh dari kutuk kemiskinan. Namun ketidaktertiban dan kesemerawutan harus diatasi terlebih dari rumah tangga sendiri, baru kita bisa mengkritisi orang lain

0 komentar:

Posting Komentar