Statistik

Wisata Kuliner Pecel Enak Di Semarang

Kawasan Simpang Lima Semarang merupakan surga kuliner bagi para wisatawan. Bagaimana tidak, lebih dari 50 warung makan dengan berbagai pilihan terjejer rapi di sepanjang jalan di pinggir alun-alun jantung Kota Semarang ini. 

Salah satu warung makan dengan antrean yang cukup panjang adalah Nasi Pecel Yu Sri. Warung makan yang buka sekitar pukul 5 sore ini hampir tidak pernah sepi oleh pembeli.
Nasi dan sayuran rebus seperti kol, kubis dan kangkung disajikan dalam pincuk daun pisang. Sayur mayur itu pun disiram dengan bumbu kacang yang manis nan gurih dengan sedikit rasa pedas, lalu ditambah dengan serpihan kerupuk karak. 
Terdapat juga menu pendamping seperti sate usus, babat, paru, udang, ampela. Hanya, menu pendamping paling laris adalah sate keong. Tidak hanya itu, tahu dan tempe juga sudah tersedia menjadi pilihan lauk oleh para pembeli. Peyek udang dan telor ceplok juga tidak ketinggalan untuk dijadikan pilihan dalam menyantap nasi pecel ini. 
Soal rasa Nasi Pecel Yu Sri? Pertanyaan ini pun mungkin terjawab dengan mengularnya antrean para pembeli. Walaupun buka hingga pukul 2 dini hari, bukan jaminan antrean akan berkurang. Justru saat tengah malam warung ini semakin ramai, karena tengah malam merupakan puncak keramaian kawasan Simpang Lima. 
Harganya yang murah juga menjadi salah satu alasan para pembeli untuk datang kembali ke warung makan ini. Hanya dengan Rp 16 ribu, anda bisa mendapatkan 1 nasi pecel, 2 tusuk sate dan 1 botol air mineral. Tertarik?
17.47 | 0 komentar | Read More

Tour de Singkarak



Pencapaian itu langsung menempatkan TdS sebagai lomba paling banyak ditonton keempat di bawah Tour de France, Vuelta Espaa, dan Giro d’Italia. Tour de France dengan 12 juta-15 juta penonton di sepanjang rute yang dilewati menjadi lomba balap sepeda paling terkenal di dunia sejak dirintis 110 tahun lalu.

ASO adalah pemilik dan penyelenggara lomba balap sepeda Tour de France yang tahun ini mencapai edisi ke-100.

”Tour de Singkarak adalah aset yang cukup baik, terutama dari potensi penonton. Pebalap sepeda senang melihat kerumunan penonton. Mereka merasa termotivasi dan itu membuat mereka ingin kembali,” kata Project Manager ASO Business Development, Robin Cassuto di kantor ASO di Paris, Perancis, beberapa waktu lalu.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengatakan, Indonesia baru tahap memulai pengembangan sport tourism (pariwisata olahraga). Pariwisata ini dapat dimanfaatkan sebagai jembatan bagi pariwisata alam dan budaya yang selama ini menjadi daya tarik tradisional pariwisata Indonesia.

TdS mendapat dorongan besar, mengingat potensi penonton yang luar biasa. Sapta mencontohkan sepak bola yang menjadi olahraga paling populer di Indonesia. Namun, sebenarnya dari segi penonton langsung terbatas mengikuti kapasitas stadion. Berbeda dengan balap sepeda yang mampu mendatangkan crowd atau kerumunan penonton yang ”tidak terbatas” karena lintasan etape bisa mencapai ribuan kilometer.

Jumlah penonton yang besar berarti daya tarik bagi sponsor dan pemasang iklan. Sejauh ini, menurut Sapta, sudah ada beberapa sponsor besar yang bergabung meski baru mampu mencakup 30 persen biaya penyelenggaraan. Namun, tujuan terpenting adalah pengembalian investasi dalam bentuk kunjungan wisatawan dan efek berganda terhadap ekonomi masyarakat lokal.
”Untuk peningkatan kelas rasanya baru bisa terwujud pada 2015. Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga serta ISSI (Ikatan Sport Sepeda Indonesia). Sejauh ini mereka cenderung pada keinginan yang sama untuk peningkatan grade ke 2.1,” kata Sapta saat kunjungannya ke Perancis bersama rombongan dari Indonesia.

Rombongan berada di Perancis pada 17-23 Juli lalu untuk mengalami dan melihat langsung penyelenggaraan TdF. Seeing is believing. Menurut Sapta, melihat langsung diharapkan menjadi sarana pembelajaran efektif.

Rombongan dari Indonesia selain dari Kementerian Pariwisata Ekonomi dan Kreatif, juga Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim dan empat bupati yang wilayahnya dilewati rute TdS, yakni Bupati Dharmasraya Adi Gunawan, Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, dan Wali Kota Padang Panjang Suir Syam. Ikut juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat Burhasman, perwira Kepolisian Daerah Sumatera Barat, serta dua wartawan.

Ada tiga masukan utama yang disampaikan ASO sebagai evaluasi penyelenggaraan TdS 2013, yakni soal peningkatan kelas, jadwal lomba, dan etape. ASO menekankan TdS harus segera menaikkan kelas ke 2.1.

PB ISSI sebagai induk olahraga balap sepeda di Indonesia disarankan segera mengajukan permohonan kenaikan kelas kepada Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI). ASO bahkan telah mengirimkan contoh surat permohonan peningkatan kelas. ASO juga bersedia mendampingi dan memberikan rekomendasi.

Menurut Robin, dengan riwayat panjang sebagai penyelenggara TdF dan berbagai lomba balap sepeda kelas dunia lainnya, suara ASO diperhitungkan oleh UCI. Ini diharapkan memudahkan jalan Indonesia memperoleh izin dari UCI.
Penting juga untuk menjadwal ulang waktu lomba. Terakhir, TdS digelar pada 2-9 Juni 2013 yang diikuti 22 tim dengan 16 di antaranya tim asing. Hindari penyelenggaraan yang bersamaan dengan musim panas di Eropa karena Tour de France dan beberapa tur dunia lain yang masuk agenda wajib pebalap dunia diselenggarakan pada musim ini. Mereka justru membutuhkan balapan di waktu yang bersamaan dengan musim dingin karena sekaligus untuk ajang latihan.

Bulan Februari hingga Maret, menurut Robin, menjadi waktu ideal untuk penyelenggaraan TdS. Tentu saja setelah memperhatikan jadwal lomba di Australia dan Tour de Langkawi di Malaysia yang biasanya disambangi para pebalap sepeda. TdS diharapkan masuk pertimbangan sebelum mereka kembali ke Eropa. Tim-tim ini sudah harus diundang sejak September sebelumnya. Namun, diakui Robin, untuk ini penyelenggara harus menyediakan tambahan dana pengganti biaya transportasi. Besarnya 1.500 euro hingga 2.000 euro per tim.

Dari segi persyaratan akomodasi, menurut Robin, hotel-hotel yang ada di Padang dan Bukittinggi sudah mencukupi. Tidak perlu ada hotel berbintang di setiap daerah yang menjadi tempat start atau finis etape. Rute bisa diatur agar pebalap cukup menginap di Padang atau Bukittinggi karena untuk setiap hari gonta-ganti hotel juga merepotkan dan melelahkan bagi pebalap dan rombongannya.

Kunci kedua adalah rute. ASO menekankan rute harus didesain agar menarik, menantang, tetapi juga tetap memperhatikan aspek keamanan. Etape harus diatur agar memberikan tantangan yang berjenjang tahap demi tahap atau kombinasi dari jalan datar, berbukit, dan pegunungan.

Tidak seperti yang lalu, rute pertama TdS justru menjadi etape tersulit sehingga peserta sudah kepayahan di awal. Para pebalap asing yang baru datang, terutama dari Eropa, membutuhkan adaptasi sehingga ada baiknya etape pertama datar, kemudian semakin memuncak pada etape-etape berikutnya.

Kelok 44 ideal dijadikan puncak etape karena memberikan tantangan tersulit. Sementara Kelok Sembilan yang sempat dimasukkan ke dalam etape disarankan untuk dihapus karena membahayakan pebalap.

”Sebaiknya penentuan rute bukan oleh pemerintah daerah yang daerahnya dilewati etape karena khawatir ada jalur yang membahayakan, seperti Kelok Sembilan,” kata Robin.

Sebagai gantinya, ASO dengan dukungan para ”veteran” TdF bersedia menentukan rute yang layak dan aman dijadikan etape, termasuk penyusunan urutan etape berdasarkan tingkat kesulitan. Dengan catatan, mereka dilibatkan sejak jauh hari. Pada TdS 2013, ASO hanya dikaryakan sebagai validator rute.


19.18 | 0 komentar | Read More

Minat Wisata Ke Yogyakarta Di Malam Hari Terlihat Kurang

Kegiatan wisata  malam hari di wilayah Kota Yogyakarta sampai saat ini dinilai masih kurang dan perlu ditambah agar wisatawan merasa betah menginap di kota  ini.


"Dengan kegiatan  wisata malam hari di Kota Yogyakarta diharapkan lama tinggal  wisatawan akan bertambah," kata Ketua Yayasan Widya Budaya Yogyakarta, Widi Utaminingsih, di Yogyakarta.

Menurut dia, rata-rata lama tinggal wisatawan di daerah ini  masih di bawah tiga hari, sehingga berakibat pada rendahnya jumlah  uang yang dikeluarkan  wisatawan saat menginap di daerah ini.

"Upaya Untuk menggenjot lama tinggal wisatawan perlu ada kegiatan malam hari yang harus dilakukan sehingga geliat pariwisata di kota ini malam hari makin  meningkat," kata Widi.

Menurut Widi, kegiatan wisata malam hari itu memang sudah menjadi wacana lama namun  implementasi di lapangan termasuk koordinasi antarlembaga dan pemangku kepentingan  pariwisata di daerah ini masih kurang.

"Pemerintah setempat memang harus secepatnya mengantisipasi kurangnya jumlah kegiatan wisata malam hari sehingga bisa berdampak positif bagi pariwisata setempat," katanya.

Sementara itu, wisatawan asal Bali, Komang Saputra mengatakan  pada malam hari dirinya merasa kesulitan mencari kegiatan wisata malam termasuk tempat bersantai bagi wisatawan yang menginap di kota ini.

"Saya kesulitan mencari tempat untuk bisa kongkow-kongkow, misalnya kafe terutama di Kota Yogyakarta bagian selatan. Jadi, selama di kota ini saya hanya  berdiam di hotel  saja pada  malam hari," katanya.

Padahal, lanjut Komang, wisatawan ingin menikmati suasana malam hari di Kota Yogyakarta. Namun,karena  tidak ada tempat untuk santai maka mereka terpaksa hanya berdiam di hotel tempat menginap.

"Sebenarnya, sangat sayang jika Yogyakarta sebagai destinasi wisata tidak banyak tempat  atau fasilitas  untuk santai bagi wisatawan pada malam hari. Wisatawan  hanya bengong saja di hotel karena  tidak tahu harus ke mana untuk mencari hiburan terutama wisatawan yang  baru pertama kali  menginap di Yogyakarta," kata Komang
18.50 | 0 komentar | Read More

Tana Toraja Digabung dengan "Lovely December"

Festival Tana Toraja yang dijadwalkan berlangsung 22-24 Agustus 2013 direncanakan digabung dengan program "Lovely December".

"Atas pertimbangan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bahwa Festival Tana Toraja waktunya hampir berdekatan dengan Lovely December, maka untuk efisiensi akan digabungkan saja," kata Kepala Disbudpar Sulsel, H Jufri Rahman di Makassar, Sabtu (17/8/2013).

Menurut Jufri, pengunduran Festival Tana Toraja itu justru akan lebih mematangkan agenda yang akan diisi dengan sajian aneka musik dan tari tradisional, termasuk kuliner dan seminar tentang kebudayaan.

Dia mengatakan, sasarn utama Festival Tana Toraja adalah wisatawan mancanegara, sedangkan Lovely December adalah warga Tana Toraja di perantauan, termasuk yang berada di luar negeri untuk kembali ke kampung halamannya merayakan Natal bersama dengan sanak-famili di Tana Toraja.

"Dengan demikian, penyatuan dua agenda tersebut akan lebih meriah dan persiapannya lebih matang," katanya.

Jufri memaparkan, penundaan Festival Tana Toraja tidak akan menyurutkan wisman ke Sulsel. Sementara yang sudah terlanjur menjadwalkan hadir pada pekan ketiga Agustus 2013 di Tana Toraja, tentu tidak perlu kecewa.

Alasannya, karena daerah yang menjadi ikon pariwisata Sulsel itu selalu memiliki agenda tradisi budaya dan sejumlah objek wisata yang menarik dikunjungi.

"Dengan adanya dua kegiatan yang disatukan ini, diharapkan jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara akan lebih banyak dibandingkan pada kegiatan serupa tahun lalu," kata Jufri.
18.13 | 0 komentar | Read More

Wisata Di Bawah Lorong Tua Laweyan




Mari bertandang ke rumah yang dulu dihuni saudagar batik Poesposoemarto yang dibangun tahun 1938. Rumah itu kini menjelma sebagai Roemahkoe Heritage Hotel milik Nina Akbar Tandjung. Jangan lupa mencicipi jangan bening alias sayur bening. Atau menikmati lodoh pindang yang mantap. Dan, yuk dolanan dakon, main congklak dengan sembilan ceruk yang masing-masing berisi sembilan kecik atau biji buah.

Menu dan permainan tradisional itu disajikan selaras dengan atmosfer Jawa yang melingkupi Roemahkoe yang dibuka tahun 2001. Rumah bersejarah itu terletak di Jalan Dr Rajiman, yang membelah kawasan Laweyan. Nina mempertahankan otentisitas bangunan dengan penyesuaian seperlunya di sana-sini tanpa mengurangi nuansa sebagai rumah jawa. Bahkan, sebagian perabotnya masih orisinal.

Salah satu perabot itu adalah amben atau balai-balai dari kayu jati. Dalam rumah pengusaha batik, amben lazim digunakan untuk menggelar kain batik. Nina punya cerita lain yang ia dengar dari cucu Poesposoemarto.

”Dulu kalau mereka ngitung duit, ya di amben itu. Duitnya dijejer-jejer banyak sekali,” kata Nina menggambarkan hasil kerja keras saudagar batik.

Cerita Nina tentang Roemahkoe dan rumah-rumah di Laweyan pada umumnya terdengar seperti dongeng kekayaan para saudagar batik. Untuk menyimpan berlian, misalnya, mereka membuat tempat rahasia di bawah ubin di salah satu senthong alias kamar.



Bahkan, masih menurut cerita yang dihimpun Nina dari keluarga saudagar batik Laweyan, mereka menyimpan berlian di dalam kaleng yang kemudian ditutup dengan malam atau lilin untuk membatik. Itu demi alasan keamanan. ”Kaleng isi berlian itu dimasukkan ke sumur di dalam rumah. Kalau mau mengambil, mereka menggunakan jangkar,” tutur Nina.

Ndalem Tjokrosoemartan

Kita beralih ke Ndalem Tjokrosoemartan milik saudagar batik Tjokrosoemarto yang dibangun tahun 1915. Letaknya di sebelah barat Roemahkoe. Ndalem Barat dalam bahasa Jawa berarti ’rumah’. Rumah tersebut kini menjadi Sasana Pawiwahan atau gedung pertemuan. Orang bisa menyewa untuk menghelat acara perkawinan atau perhelatan lain.
Ndalem Tjokrosoemartan dengan luas tanah sekitar 5.000 meter persegi sudah menjelaskan sendiri tentang tingkat sosial- ekonomi pemiliknya. Tjokrosoemarto adalah salah seorang saudagar Laweyan yang mengekspor produk ke luar negeri pada era awal 1900-an. Bukan hanya batik yang diekspor ke Eropa, melainkan juga hasil bumi dan kerajinan.

”Eyang Tjokrosoemarto kalau mengekspor bisa sampai 50 gerbong kereta api. Barang diekspor lewat pelabuhan di Semarang atau Cirebon,” kata Purnomo Warasto (39), buyut dari Tjokrosoemarto yang juga merupakan Bendahara Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).

Akses Tjokrosoemarto sebagai pedagang pribumi untuk bisa mengekspor ketika itu dibuka berkat upaya Haji Samanhoedi, saudagar Laweyan yang mendirikan Sarekat Dagang Islam.

Dituturkan oleh Purnomo, hasil dari usaha Tjokrosoemarto sebagian disumbangkan bagi perjuangan tokoh-tokoh kemerdekaan republik ini, termasuk Bung Karno, Bung Hatta, dan Jenderal Gatot Subroto. Di Ndalem Tjokrosoemartan kita bisa melihat foto-foto Bung Karno saat berkunjung ke rumah Tjokrosoemarto.

”Bantuan untuk perjuangan itu bentuknya berupa perhiasan yang dikumpulkan ke dalam kaleng roti. Bantuan juga dikumpulkan dari para pedagang batik Laweyan lainnya,” kata Purnomo.

19.40 | 0 komentar | Read More

Air Terjun AUSTRALIA Utara

AUSTRALIA Utara menawarkan beragam destinasi wisata, mulai dari alam, budaya, hingga flora dan fauna. Salah satunya Taman Nasional Litchfield. Hutannya yang rindang, beberapa air terjun yang spektakuler, kolam rendam yang berkilau, dan istana rayap yang menjulang tinggi menjadi tujuan wisata yang semakin populer. Taman nasional ini dapat ditempuh dengan berkendara selama dua jam dari pusat Kota Darwin.

Semua obyek wisata alam yang utama, seperti Buley Rockhole dan Air Terjun Florence, Air Terjun Tolmer, dan Air Terjun Wangi yang fantastis, dapat diakses dengan mudah dari jalan utama Litchfield. Sejumlah wisatawan sangat menikmati berenang dan bermain di air yang jernih kehijauan di bawah air terjun yang dikitari tetumbuhan.

Rute utama menuju Taman Nasional Litchfield adalah jalan raya beraspal Stuart Highway, melalui Batchelor, kota kecil yang menjadi gerbang ke taman nasional. Dalam Familiarisation Trip Darwin bersama AirAsia pada 8-12 Juli lalu, kami tujuh wartawan dari Indonesia melihat langsung keindahan air terjun di sana.

Pertama, Air Terjun Tolmer yang bergemuruh melewati dua tebing yang terjal. Dalam perjalanan menuju ke Air Terjun Tolmer ada pemandangan indah lembah-lembah yang terbentang dengan bentang alam menakjubkan. Selain itu, kami juga mengikuti jalur jalan kaki melintasi batu pasir berwarna coklat kemerahan. Di bawah air terjun terlihat air bening kehijauan.

Dari Air Terjun Tolmer, kami melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Wangi, air terjun paling besar dan paling mudah diakses di Litchfield. Banyak wisatawan yang berenang di kolam rendam sedalam sekitar 3 meter ini.

Suara tawa pecah tatkala sekelompok wisatawan perang ciprat-cipratan air, layaknya anak-anak bermain. Bahkan, satu di antaranya ada yang tubuhnya diangkat beramai-ramai membentuk formasi. Saat ada yang terjatuh, tawa pun kembali menggema.

Beberapa wisatawan yang pemberani naik ke tebing terjal lalu bergantian meloncat ke bawah sambil bersalto atau jungkir balik di udara. Sebagian melompat begitu saja dari ketinggian 4-5 meter. Mereka sangat menikmati kesegaran air di kolam rendam. Sebagian lagi pengunjung menikmati guyuran air di bawah air terjun.

Di sekitar air terjun kami melintasi rimbunan pepohonan. Kawanan kelelawar buah ukuran besar (di Jawa disebut kalong) bergelantungan di pohon, tertidur lelap. Kami ke anjungan, tempat yang pas untuk mengambil gambar keindahan air terjun dan hiruk-pikuk wisatawan.

Di Kompleks Air Terjun Wangi, pengunjung tidak saja bisa melihat keindahan alam, tetapi juga bisa menikmati burger dan cake di kafe yang tersedia. Harganya 6 dollar sampai 13 dollar Australia. Semilir angin dan rasa haus serta lapar membuat makanan itu terasa begitu nikmat.

Satu air terjun lagi yang tak kalah indahnya adalah Air Terjun Florence. Kesannya seperti melihat air terjun kembar. Sejumlah wisatawan di kawasan ini berenang di bawah dua arus pancuran dan mengapung di air. Mereka berenang dalam kolam-kolam air sebening kristal di dasar Air Terjun Florence, tetapi jumlahnya tidak sebanyak di Air Terjun Wangi. Sebagian lagi menjelajahi padang semak melintasi hutan hujan Monsun menuju Walker Creek di sekitar air terjun. Di jalur jalan kaki sejauh 1,5 kilometer menuju Buley Rockhole ini ada serangkaian spa alam dan kolam rendam yang dikitari padang semak nan sunyi.

Danau bekas tambang uranium

Selain air terjun, di Australia juga banyak danau. Salah satu danau tergolong unik karena terbentuk di bekas tambang uranium, yang diberi nama Danau Rum Jungle. Danau ini terletak di Australia Utara, sekitar 65 kilometer arah barat daya Darwin. Posisi danau ini sebelum pintu masuk Taman Nasional Litchfield.

Secara fisik, danau ini tidak menarik, tetapi secara historis memiliki nilai tersendiri. Menurut pemandu tur kami, Anne Korry, Danau Rum Jungle pada tahun 1950-an sangat populer. Tempat yang sekarang menjadi danau ini dulunya merupakan lokasi penambangan uranium yang dibuka pada tahun 1949. Saat itu, Rum Jungle menjadi lokasi penambangan terbesar di Australia.

Pada 1971, kontraktor penambangan dan pemerintah tidak menyadari terjadinya pergeseran siklus Muson. Ketika itu terjadi hujan lebat selama berhari-hari. Lokasi penambangan yang dekat dengan Sungai Finnis itu terendam air, banjir. Alat-alat pengeruk bahan tambang dan sejumlah kendaraan tak dapat diselamatkan.

Situs uranium yang masih menganga setelah dikeruk dan belum sempat diambil kandungannya terendam dan larut di air. Badan Energi dan Atom Australia dan kontraktor yang menggarap pertambangan menolak merehabilitasi lingkungan.

Upaya menetralkan kandungan radioaktif baru dilakukan pada 1977, setelah adanya penyebaran radiasi di Sungai Finnis dan dinyatakan sebagai bencana polusi terbesar di Australia. Upaya pembersihan bahan radioaktif belum selesai seluruhnya.

Sejumlah penelitian secara periodik menyebutkan masih ada kandungan Gamma di air Danau Rum Jungle. Rum Jungle populer sebagai satu-satunya perairan di Darwin yang tidak menjadi sarang bermukimnya buaya.
18.46 | 0 komentar | Read More

Ulos Samosir Tak pwenah Ketingalan Zaman

Ulos bisa dibeli di sejumlah toko khusus perlengkapan adat di Kota Medan. Namun kain tenun tradisional yang melambangkan pemberian pihak hula-hula kepada boru dalam filosofi hidup masyarakat Batak Toba itu seakan menemukan keasliannya di Pulau Samosir.


Di banyak gerai yang menjual aneka produk kerajinan tangan khas Batak Toba di Tomok, desa wisata dimana dermaga kapal-kapal penumpang dan feri Tao Toba I dan II yang menghubungkan Kota Parapat - Pulau Samosir itu berada, para pengunjung dapat menemukan ulos dengan beragam motif, mutu, dan harga.

Yola Samosir, penjual cenderamata yang menempati salah satu dari sedikitnya seratus gerai yang ada di Tomok, mengatakan harga ulos sangat bergantung pada mutu benang dan kehalusan buatannya sehingga ada yang dijual dengan harga tiga jutaan rupiah per helai.

"Ragi Idup misalnya merupakan ulos bernilai tinggi. Tapi di sini yang saya jual biasanya Ulos Sadun dengan harga antara Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Banyak turis asing dan pelancong dari Jakarta yang membeli ulos-ulos di tempat saya," katanya.

Dalam sejarah keberadaannya, kain tenun yang para pembuatnya masih dapat ditemukan di daerah Buhit, Pulau Samosir, ini memiliki nama, fungsi, nilai dan waktu pemakaian yang berbeda-beda.

Menurut MA Marbun dan IMT Hutapea, penulis buku "Kamus Budaya Batak Toba" (1987), setidaknya ada 24 nama ulos dengan nilai, fungsi dan pemakaian yang tidak seragam.

Di antara nama-nama ulos tersebut adalah Pinunsaan (Runjatmarisi), Ragi Idup, Ragi Hotang, Ragi Pakko, Ragi Uluan, Ragi Angkola, Sibolang Pamontari, Sitolu Tuho Nagok, Sitolu Tuho Bolean, Suri-suri Na Gok, Sirara, dan Bintang Maratur Punsa.

Seterusnya Ragi Huting, Suri-Suri Parompa, Sitolu Tuho Najempek, Bintang Maratur, Ranta-ranta, Sadun Toba, Simarpusoran, Mangiring, Ulutorus Salendang, Sibolang Resta Salendang, Ulos Pinarsisi, dan Ulos Tutur Pinggir.

Di antara kain tenun bernilai tertinggi bagi masyarakat Batak Toba dan dikenakan dalam pesta-pesta riang gembira itu adalah Ulos Ragi Idup.

Berbeda dengan waktu pemakaian kain tenun yang juga disebut Ragi Idup ini, Marbun dan Hutapea mencatat dua jenis ulos yang umumnya dikenakan masyarakat Batak Toba dalam apa yang diistilahkan mereka "pesta duka" seperti saat dimana ada sanak keluarga yang meninggal adalah ulos Sibolang Pamontari dan Sirara.

Terlepas dari pakem tradisi masyarakat Batak Toba itu, para generasi mudanya kini menggunakan motif ulos yang umumnya berlatar belakang warna asli putih, merah dan hitam itu dalam produk-produk seperti blazer (baju jas), tas dan sandal.

"Ulos tidak lagi hanya dipakai saat kami menghadiri pesta pernikahan dan acara duka. Kini motif ulos juga dipakai untuk tas, sandal dan baju jas. Setahu saya, nggak ada larangan dari ketua adat untuk ini," kata Boy Samosir.

"Penggunaan motif ulos untuk nonproduk kain tenun tersebut dimaksudkan untuk semakin memopulerkan ulos di masyarakat," kata pemuda Batak berusia 22 tahun yang bekerja di resor wisata Tuktuk bernama Samosir Villa’s ini.

Boy mengatakan beragam ulos di Pulau Samosir itu dibuat banyak perajin di daerah seperti Simanindo yang berjarak sekitar 29 kilometer dari resor wisata tempatnya bekerja. "Mereka itu memang khusus bekerja membuat ulos untuk dijual ke Tomok dan luar daerah seperti Medan," katanya.
19.21 | 0 komentar | Read More